Pages

Monday, 5 September 2016

Should we Call them Friends or Best Friends?

お久しぶり!
Ohisashiburi!

Udah lama gue ngga post lagi semenjak kesibukan ngga jelas selepas Ujian Nasional SMK tahun ini. Dan yap, gue resmi lulus dari bangku SMK dan mulai melakoni hidup gue sebagai N.E.E.T. atau pengangguran (only for this time), tapi gue udah mulai nyebar lamaran pekerjaan kok, hehehe.

Terakhir post mungkin setahun yang lalu dan mungkin juga ada yg berubah dari gue, dari cara penulisan gue atau emosi gue dalam menulis blog, jadi... Mohon dimaklumi ya, haha.

To the point, untuk post pertama kali di blog ini gue ambil judul persahabatan, yak layaknya novel-novel anak muda dan kontroversi harian anak muda saat ini yang ngga jauh dari cinta dan persahabatan. Dan disini gue mau sekedar sharing pengalaman gue akhir-akhir ini yang simpang siur (jalan tol kah?). Dibilang pengalaman juga kurang tepat ya, how about kejadian yang gue alami belakangan ini? Hehe.

Akhir-akhir ini semenjak gue lepas apa itu yg namanya pacaran atau cinta, gue mulai menyukai dan menikmati dunia gue sendiri. Termasuk kumpul bareng kawan gue yang sehobi, makan bareng dirumahnya, nginep bareng, dan ikut event sana sini bareng juga.

Dan, yang baru gue sadari sekarang, persahabatan jauh lebih rumit daripada cinta, yap, lebih rumit dan lebih kompleks. Disaat kita udah mulai nyaman dengan hal tersebut, pasti ada hal yang menghalangi, entah dari dia atau kita. Masalah yang timbul juga bukan masalah anak SMP yang bisa selesai cuma karena saling meminta maaf atau ada pihak ketiga yang menenangkan. Bukan masalah sepele yang bisa dilupain begitu aja dan juga bukan masalah secuil yang bisa di hindarin gitu aja. Setiap masalah yang muncul, kita harus selesain sama sama, sesusah apapun itu, semustahil apapun itu.

Lalu, dampak yang gue terima dari timbulnya masalah itu adalah hilangnya sahabat gue satu persatu. Mulai dari yang beralasan cinta sampai keluarga. Mengambil alasan apapun dan merangkainya sekokoh apapun itu tetap saja itu rapuh pada akhirnya bagi gue dan dengan mudahnya gue tau itu hanya alasan semata. Dan yang gue yakini saat ini, sahabat-sahabat gue mau memulai hidup baru mereka, menenun hari baru mereka hingga mendapatkan hasil yang mereka inginkan di masa depan nanti, yang bahkan gue sendiri ngga tau apa itu atas dasar keinginan mereka atau paksaan.

Tapi, apa ini yang disebut proses kedewasaan? Apa ini benar? Apa ini dianjurkan? Dan apa ini wajar?

Kehilangan sahabat itu bukanlah proses dari kedewasaan, bukan juga proses menggapai cita-cita. Untuk apa mereka ada saat gue butuh, dan untuk apa mereka ngedorong gue dari belakang disaat gue mencoba mundur? Untuk apa pula mereka menarik tangan gue disaat gue putus asa dan nyerah atas masalah yang gue punya? Apa itu bentuk kepedulian? Atau bentuk nyata sebuah persahabatan? Atau semua itu hanya kewajaran dari kata "teman"?

Should we Call them Friends or Best Friends? Then... I think i would call them my partners at all...

Postingan kali ini ngga lebih dari opini semata atas semua masalah yang gue hadapi saat ini, mungkin sedikit berlebihan tapi cuma dengan menulis sedikit masalah dan emosi diri gue bisa terisolir dengan baik dan menenangkan pikiran gue sejenak. Gue berharap yang disebut sahabat itu layaknya barang biasa tapi sulit di dapat dan sangat eksklusif. Dalam hal ini gue ngga nganggap sahabat gue meninggalkan gue dengan alasannya itu.

またね〜
Matane〜